HUKUM ISLAM DAN PEMBAGIANNYA
|
||||
A.
Pengertian Hukkum Islam
|
||||
Segi bahasa hukum berarti menetapkan sesuatu pada
yang lain. Menurut Istilah hukum islam adalah hukum
yang bersumber dan menjadi bagian dari agama islam
|
||||
B.
Kedudukan Hukum Islam.
|
||||
Ketentuan
– ketentuan hukum bagi manusia ini pada dasarnya disyari’atkan untuk mengatur
kehidupan mereka di dunia ini, baik dalam masalah keagamaan atau
kemasyarakatan. Tata kehidupan perlu diatur dengan hukum yang diambil dari
ajaran - ajaran islam karena semua manusia selain hidup di dunia juga akan
menjalani kehidupan di akhirat
|
||||
C.
Tujuan
Hukum Islam
|
||||
Tujuan
hukam islam adalah upaya mewujudkan kabaikan – kebaikan bagi kehidupan mereka
baik melalui ketentuan yang dloriry, hajiy, ataupun tahsini.
Prof.
Hmuhammad Daud Ali. Sh, menjelaskan dalam bukunya Hukum Islam, bahwa
tujuan hukum islam secara umum adalah kebahagiaan manusia di dunia
dan akhirat kelak, dengan jalan mengambil (segala) yang bermanfaat
dan meninggalkan yang madlorot yaitu yang tidak bergua bagi hidup
dan kehidupan. Dengan kata lain adalah kemaslahatan manusia.
Tujuan
hukum islam dapat dilihat dari dua segi yakni dari pembuat hukum (Allah dan
Rasul - Nya) dan manusia yang menjadi pelakku dan pelaksana hkum Ilsam itu.
Kalau dilihat dari Pembuatnya, tujuan hukum Islam adalah pertama
untuk memenuhi kebutuhan primer, scunder dan tersier.
|
||||
D.
Pembagian
Hukum Islam
|
||||
Hukum
Islam di kelompokkan jadi 3 yaitu, Tuntutan(Taklifi), Pilihan (Tkhyir) dan Wadl'i
|
||||
1.
Tuntutan (Taklifi)
|
||||
Yaitu
status hukum yang menuntut orang mukallaf (Baligh dan berakal) untuk
mengerjakan atau meninggalkannya. Hukum ini terbagi menjadi 4, yaitu
wajib/fardlu, sunnah, mubah, makruh dan haram.
|
||||
a.
Wajib/Fardlu.
|
||||
Dalam
kitab fiqih dasar (Mabadi'ul Fiqhiyah) dijelaskan definisi
haram yaitu
هــوالواجــب فــعـــلــه
فــإذا فـعـله المــكــلف يــنـال ثـوابـا وإذا تـركــه يـــنــال عــقــابا
artinya : perkara yang harus dikerjakan , apabila orang
yang sudah mukallaf mengerjakannya maka ia mendapatkan pahala, dan
apabila ia meninggalkannya maka ia mendapat siksa.
Dari
segi waktunya wajib dibagi menjadi 2, yaitu wajib Mutlaq dan
Muakkad. Wajib Muthlaq yaitu perkara wajib yang tidak terbatas
pelaksanaannya, dapat dilaksanakan kapan saja walupun dia mampu membayarnya
pada waktu itu . namun jika dia meninggal dia diancam dengan dosa dan siksa
karena lalai terhadap kewajibannya itu. Contoh, kafaroh pelanggaran
sumpah,ibadah Haji dalam konteks keberangkatannya dan lain – lain.
Wajib
mu’aqad yaitu wajib yang terbatas sperti Sholat Fardlu dan puasa romadlon,
kalu diopenuhinya dilain waktu yang telah ditentukan maka tidak sah, kecuali
karena alasan syari’.
Dilihat
dari segi pelakunya wijib dibagi dua, yaitu wajib aini dan
wajib kifa’I. Wajib Aini yaitu
tuntutan syari’ bai setiap orang mukallaf dan tidak bisa dipenuhi oleh
perbuatan orang lain, seperti puasa, zakat, ibadah haji. Sedangkan wajib
kafa’I adalah tuntutan syari’ pada segenap orang dalam bentuk kelompok dan
bukan kewajiban individual. Jika sebagian orang mukallaf melakukannya maka,
gugur kewajiban mukallaf lainnya.
Dilihat
dari segi ukuran dan batasnya wajib dibagi menjadi dua yaitu, kewajiban
yang dibatasi dengan ukuran dan tidak dibatasi dengan
ukuran. Kewajiban yang dibatasi denan ukuran yaitu kewajiban yang telah
ditentukan oleh syar’I seperti jumlah rakaat dalam sholat dan zakat dengan
ukuran nishobnya. Sedangkan Kewajiban yang tidak dibatasi dengan ukuran
sperti, infaq di jalan Allah dan tolong menolong.
Dilihat
dari segi perbuatan yang dituntutnya. Wajib juga dibagi dua yaitu, kewajiban
yang sudah tentu perbuatannya dan kewajiban yang mukhoyyar. Kewajiban
yang sudah tentu perbuatannya, seperti sholat puasa yang tidak
bisa diganti dengan perbuatan lain.
Sedangkan
yang mukhoyyar manusia boleh memilihnya, seperti kafaroh dhihar , haji dan
lain sebagainya.
|
||||
b.
Sunnah/ Mandub.
|
||||
Yaitu
ketentuan syari’ tentang berbagai amaliah yang harus dikerjakan
oleh mukallaf tetapi tidak mengikat, dengan imbalan pahala bagi yang
melakukannya dan tidak ada ancaman dosa bagi yang meninggalkannya.
Sunnah/mandub dibagi menjadi tiga yaitu : mu’akad, ziadah dan
fadlilah. Sunnah mu'akkad yaitu ketentuan syara’ yang tidak mengikat
tetapi sangat penting , karena Rasulillah senantiasa malakukannya, dan
hammpir tidak mpernah meninggalkannya. Contoh : adzan sebelum sholat, sholat
jamaah untuk sholat fardlu, dll.
Sunnah
zaidah yaitu ketentuan syara’ yang tidak mengikat dan tidak sepenting sunnat
mu’akad. Contoh : puasa senin dan kamis, shodaqoh, dan lain-lain. Kemudian
sunnah berikutnya adalah sunnah fadhilah yaitu mngikuti Rasulullah
dari segi kebiasaan kulturalnya. Contoh : cara pakai baju, cara makan, dan
lain-lain.
|
||||
c.
Makruh.
|
||||
Jumhur
ulama’ berpendapat makruh itu hanya satu, yaitu perbuatan yang dilarang
tetapi tidak mengikat. Imam hanifah membaginya menjadi 2 (makruh tahrim dan
makruh tanzih). Makruh tahrim yaitu ketentuan syara’ yan dituntut untuk
meninggalkannya secara mengikat, dengan dslil dzonni seperti memakai pakaian
dari sutera dan cincin dari emas atau perak bagi pria. Sedangkan
makruh tanzih yaitu, sama dengan pemahaman para fuqoha’
|
||||
d.
Haram
|
||||
Yaitu
tuntutan syari’kepada orang – orang mukallaf untuk meninggalkannya dengan
tuntutan yang mengikat, beserta imbalan pahala bagi yang menaatinya dan
balasan dosa bagi yang melanggarnya. Haram di bagi dua : haram Dzati,
dan Haram ‘ridhi.
-
Haram
dzati
Yaitu
perbuatan yang di haramkan sejak perbatan itu lahir. Seperti zina, pencurian,
pernikahan antara satu mahram, dan lain-lain.
-
Haram
‘Aridhi
Yaitu
perbuatan yang awalnya tidak haram , apakah wajib atau Mandub dan mubah,
tetapi pada saat perbuatan itu dilaksanakan disertai berbagai hal yang
membuat perbuatan itu menjadi haram. Seperti, shalat dengan memakai pakaian
curian, jual beli dengan menipu.
|
||||
2.
Hukum takhyiri
|
||||
Dalam
kajian ilmu usul hukum takhyiri biasa disebut dengan mubah. Assyaukani
menambahkan melakukan perbuatan itu tidak ada jaminan pahala dan tidak ada
ancaman dosa.
|
||||
3.
Hukum Wad’I
|
||||
Menurut
As - syaukani hukum wad’I yaitu ketentuan – ketentuan yang
diletakkan oleh syari’ sebagai pertanda ada tidaknya hukum taklifi. Yakni
ketentuan – ketentuan yang dituntut oleh syari’ untuk ditaati dengan baik,
karena mempengaruhi terwujudnya perbuatan - perbuatan taklif lain yang
terkait langsung dengan ketentuan- ketentuan wad’I tersebut.
Hukum
Wadh’I dibagi 3 yaitu sebab, syarat, mani’. Sebab yaitu suatu yang
nampak jelas sebagai penentu adanya hukum. Sedangkan syarath yaitu ada
tidaknya sesuatu perbuatan tergantung kepadanya. Dan mani’ yaitu suatu
keadaan atau perbuatan hukum yang dapat menghalangi perbuatan hukum lain. Sholat
misalnya, yang menyebabkan seorang wajib sholat adalah sudah masuk waktunya/musliam
yang sudah baligh, syaratnya seorang harus suci, dan dia harus dalam keadaan
sehat akalnya, apabila orang itu dalam
keadaan gila, maka dia tidak wajib shalat.
|
||||
Sumber
: Hukum Islam dan Pranata Sosial. Karangan Drs. Dede
Rosyada, M.A
Ushul Fiqih Karangan Abu Zahra,
Kitab Mabadi’ul fiqih karangan Abdul Jabbar
|
||||
Minggu, 04 Maret 2012
Hukum Islam
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar